Ritual jorok banyak dilakukan oleh orang-orang yang mencari jalan pintas untuk menjadi kaya. Bagaimana sebenarnya ritual ini bisa menjadi semacam tata cara dan menjadi semacam tradisi yang sesat ?.
Tempat ritual ini berada di Gunung Kemukus tepatnya terletak di Desa Pendem, Kecamatan Sumber Lawang, Kabupaten Sragen, 30 km sebelah utara Kota Solo. Untuk mencapai daerah ini tidak terlalu sulit, dari Solo bisa naik bus jurusan Purwodadi dan turun di Belawan, dari situ di sebelah kiri jalan akan kita temukan pintu gerbang yang bertuliskan “Daerah Wisata Gunung Kemukus”, dari gerbang tersebut kita bisa naik ojek atau berjalan kaki menuju tempat penyeberangan dengan perahu.
Gunung Kemukus identik sebagai kawasan wisata seks karena di tempat ini orang bisa sesuka hati mengkonsumsi seks bebas dengan alasan untuk menjalani laku ritual ziarahnya, itulah syarat kalau mereka ingin kaya dan berhasil.
Dalam suatu aturan yang tidak resmi diwajibkan bahwa setiap peziarah harus berziarah ke makam Pangeran Samudro sebanyak 7 kali yang biasanya dilakukan pada malam Jum’at Pon dan Jum’at Kliwon atau pada hari-hari dan bulan yang diyakhini baik, melakukan hubungan seksual dengan seseorang yang bukan suami atau istrinya . Tapi jika ingin membawa pasangan sendiri pun tidak jadi masalah.
Acara ritual sex di gunung kemukus ini ada yang menganggapnya hanya sebuah legenda rakyat daerah, jaman dulu dikisahkan tentang seorang Pangeran dari kerajaan Majapahit yang bernama Pangeran Samudro bangsawan ini berasal dari kerajaan Majapahit tapi ada juga yang menyebutnya berasal dari zaman kerajaan Pajang.
Acara ritual sex di gunung kemukus ini ada yang menganggapnya hanya sebuah legenda rakyat daerah, jaman dulu dikisahkan tentang seorang Pangeran dari kerajaan Majapahit yang bernama Pangeran Samudro bangsawan ini berasal dari kerajaan Majapahit tapi ada juga yang menyebutnya berasal dari zaman kerajaan Pajang.
Menurut cerita, Pangeran Samudro ini jatuh cinta kepada ibunya sendiri yaitu Dewi Ontrowulan. Ayahanda Pangeran Samudro yang mengetahui hubungan anak-ibu tersebut menjadi murka dan kemudian mengusir Pangeran Samudro.Setelah diusir oleh ayahnya inilah Pangeran Samudro melakukan perjalanan hingga akhirnya sampai ke Gunung Kemukus, tak lama kemudian sang ibunda menyusul anaknya ke Gunung Kemukus untuk melepaskan kerinduan.
Singkat cerita, ibu dan anak yang tengah dilanda asrmara ini melepas kerinduan setelah sekian lama tidak bertemu. Namun sial, sebelum sempat ibu dan anak ini melalukan hubungan intim, penduduk sekitar memergoki mereka berdua yang kemudian merajamnya secara beramai-ramai hingga keduanya meninggal dunia.
Keduanya kemudian dikubur dalam satu liang lahat di gunung itu juga. Namun menurut cerita, sebelum menghembuskan nafasnya yang terakhir Pangeran Samudro sempat meninggalkan sebuah pesan yaitu kepada siapa saja yang dapat melanjutkan hubungan suami-istrinya yang tidak sempat terlaksana itu akan terkabul semua permintaannya.
“Baiklah aku menyerah, tapi dengarlah sumpahku. Siapa yang mau meniru perbuatanku , itulah yang menebus dosaku dan aku akan membantunya dalam bentuk apapun”. Begitulah isi sumpah yang dilontarkan Pangeran Samudra sebelum akhirnya wafat.
Dari cerita legenda tentang pangeran samudra ini lah ritual di gunung kemukus seolah menjadi ajang pesta seks untuk meminta kekayaan, memperihatinkan.
Sudah menjadi cerita umum, ada ritual mencari pesugihan semacam babi ngepet dan lainya dilakukan orang di Gunung Kemukus, Sragen, Jawa Tengah. Untuk mendapatkan pesugihan itu, konon harus berhubungan seks dengan pasangan tidak sah.
Ritual mesum ini banyak dilakukan oleh orang-orang yang mencari jalan pintas untuk menjadi kaya. Di gunung ini, ratusan warga dari berbagai wilayah di Jawa terutama datang berduyun-duyun ke Gunung Kemukus ini. Mereka bertujuan untuk mencari pasangan melakukan ritual pesugihan itu. Bagaimana sebenarnya ritual ini bisa menjadi semacam tata cara dan menjadi semacam tradisi yang sesat?
Tempat ritual ini berada di Gunung Kemukus tepatnya terletak di Desa Pendem, Kecamatan Sumber Lawang, Kabupaten Sragen, 30 km sebelah utara Kota Solo. Untuk mencapai daerah ini tidak terlalu sulit, dari Solo bisa naik bus jurusan Purwodadi dan turun di Belawan, dari situ di sebelah kiri jalan akan ditemukan pintu gerbang yang bertuliskan "Daerah Wisata Gunung Kemukus", dari gerbang tersebut kita bisa naik ojek atau berjalan kaki menuju tempat penyeberangan dengan perahu.
Gunung Kemukus identik sebagai kawasan wisata seks karena di tempat ini orang bisa sesuka hati mengkonsumsi seks bebas dengan alasan untuk menjalani laku ritual ziarahnya, itulah syarat kalau mereka ingin kaya dan berhasil.
Dalam suatu aturan yang tidak resmi diwajibkan bahwa setiap peziarah harus berziarah ke makam Pangeran Samudro sebanyak 7 kali yang biasanya dilakukan pada malam Jumat Pon dan Jumat Kliwon atau pada hari-hari dan bulan yang diyakhini baik, melakukan hubungan seksual dengan seseorang yang bukan suami atau istrinya . Tapi jika ingin membawa pasangan sendiri pun tidak jadi masalah.
Acara ritual seks di Gunung Kemukus ini ada yang menganggap hanya sebuah legenda rakyat daerah. Zaman dulu dikisahkan tentang seorang Pangeran dari Kerajaan Majapahit yang bernama Pangeran Samudro bangsawan ini berasal dari kerajaan Majapahit tapi ada juga yang menyebutnya berasal dari zaman Kerajaan Pajang.
Menurut cerita, Pangeran Samudro ini jatuh cinta kepada ibunya sendiri yaitu Dewi Ontrowulan. Ayahanda Pangeran Samudro yang mengetahui hubungan anak-ibu tersebut menjadi murka dan kemudian mengusir Pangeran Samudro.
Setelah diusir oleh ayahnya inilah Pangeran Samudro melakukan perjalanan hingga akhirnya sampai ke Gunung Kemukus, tak lama kemudian sang ibunda menyusul anaknya ke Gunung Kemukus untuk melepaskan kerinduan.
Singkat cerita, ibu dan anak yang tengah dilanda asmara ini melepas kerinduan setelah sekian lama tidak bertemu. Namun, sebelum sempat ibu dan anak ini melalukan hubungan intim, penduduk sekitar memergoki mereka berdua yang kemudian merajamnya secara beramai-ramai hingga keduanya meninggal dunia.
Keduanya kemudian dikubur dalam satu liang lahat di gunung itu juga. Menurut cerita lainnya, sebelum menghembuskan napasnya yang terakhir Pangeran Samudro sempat meninggalkan sebuah pesan yaitu kepada siapa saja yang dapat melanjutkan hubungan suami-istrinya yang tidak sempat terlaksana itu akan terkabul semua permintaannya.
"Baiklah aku menyerah, tapi dengarlah sumpahku. Siapa yang mau meniru perbuatanku , itulah yang menebus dosaku dan aku akan membantunya dalam bentuk apapun". Begitulah isi sumpah yang dilontarkan Pangeran Samudro sebelum akhirnya wafat.
Dari cerita legenda tentang Pangeran Samudro ini lah ritual di Gunung Kemukus seolah menjadi ajang pesta seks untuk meminta kekayaan. Jika berhasil, kedua pasangan yang bukan sah sebagai suami istri ini harus bertemu kembali untuk melakukan selamatan dan syukuran di Gunung Kemukus itu kembali.
Jika ingkar, maka kedua pasangan yang telah berjanji di makam Pangeran Samudro ini, akan jatuh miskin kembali. Bahkan, menurut mitos dan kepercayaan warga mereka atau titisan kedua pasangan yang melakukan ritual mesum berdua itu akan mengalami celaka.
Sura di Gunung Kemukus
Berebut Tuah Pangeran Samudra
SM/Setyo Wiyono IRING SELAMBU: Iring-iringan pembawa selambu penutup makam Pangeran Samudra di Gunung Kemukus Desa Pendem, Sumberlawang, Sragen, kemarin. (57) | |
Banyak cara dilakukan untuk memperingati 1 Muharam 1929 H atau 1 Sura. Salah satunya dengan melaksanakan ritual di tempat-tempat yang dianggap bisa mendatangkan berkah, seperti di Gunung Kemukus. Berikut laporannya.
RATUSAN pengunjung objek ziarah Gunung Kemukus yang berasal dari Sragen dan sekitarnya, serta kota-kota di Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera, Bali dan Kalimantan, bersama-sama melaksanakan larap slambu di kompleks makam Pangeran Samudra, Desa Pendem, Sumberlawang. Prosesi itu sebagai pertanda pergantian tahun Jawa atau bertepatan dengan peringatan 1 Muharam 1429 H (1 Sura). Pengunjung yang datang sejak pagi hari berkumpul di lokasi makam untuk mengikuti prosesi larap. Bahkan, beberapa di antaranya datang dari jauh, bermalam di lokasi makam, hanya sekadar menunggu upacara itu pada esok harinya.
Mereka berharap berkah dari ritual tahunan itu, dengan berjuang memperoleh sisa air jamasan slambu dan kain mori penutup makam yang diyakini bertuah.
Prosesi larap slambu diawali dengan acara ritual intern juru kunci berupa tahlilan dan pembagian tumpeng pada malam 1 Sura. Juru kunci makam Hasto Pratomo menuturkan, acara itu bertujuan untuk mengucapkan rasa terima kasih kepada Sang Pencipta atas berkah-Nya selama setahun lalu. Dan, berharap agar tahun yang akan datang diberi berkah serupa.
"Acara tahlilan dan doa-doa di mulai pukul 00.00 hingga selesai. Pelaksanaanya tahlilan di serambi Makam Samudra," kata dia.
Berebut Air
Keesokan harinya merupakan acara yang ditunggu-tunggu atau acara inti larap slambu. Sejak pukul 07.00 secara berangsur-angsur makam Pangeran Samudra yang merupakan keturunan Raja-raja Majapahit dipenuhi warga dan peziarah.
Air bunga setaman, slambu, dan kain mori diserahkan oleh juru kunci kepada Muspika. Saat larap slambu dilangsungkan, seluruh perangkat dan uborampe dikirab menuju ke aliran sungai yang bermuara di Kedungombo di sebelah timur Gunung Kemukus.
Di sana dua kendi berisi air bunga staman dan kain mori dilarung, sementara slambu dicuci oleh juru kunci.
Di sungai itu beberapa warga sudah menyambut dan berebut air bekas cucian slambu. Hal yang sama juga terjadi di lokasi pembilasan slambu, air sisa bilasan dari tujuh mata air di sekitar Gunung Kemukus menjadi rebutan.
Ada yang sengaja membawa ember, plastik atau botol air kemasan. Pokoknya tempat yang sekiranya bisa menampung air bilasan, dibawa. "Saya beruntung mendapatkan air bilasan meski sebotol, saya jadi tidak rugi jauh-jauh datang dari Salatiga," Ranu (38) warga Salatiga.
Haryono (52) asal Bojonegoro, Jawa Timur berharap air bekas jamasan yang didapatkannya membawa berkah pada usahanya. "Selama ini ritual nepi dan ngalap berkah di Kemukus bisa memperlancar usaha saya," kata bapak dua anak ini.
Pengunjung dari Palembang, Ruslan (35) menuturkan, dirinya sengaja menunggu selama setahun untuk bisa datang ke Gunung Kemukus. "Saya mengincar kain mori penutup Makam Panegran Samudra, menurut kepercayaan kain itu memiliki tuah," kata dia.
Para pengunjung Gunung Kemukus memiliki keyakinan sendiri-sendiri atas ritual itu. Meski begitu Pemkab Sragen melalui Dinas Pariwisata tetap memeprtahankan tradisi yang berumur ratusan tahun itu. Acara larap slambu diakhiri dengan pagelaran wayang kulit semalam suntuk.
SETIAP pergantian Tahun Jawa atau 1 Sura, Gunung Kemukus tak lepas dari perhatian khalayak peziarah untuk ngalap berkah. Ribuan pengunjung, rela menunggu berjam-jam antre untuk mendapatkan kesempatan nyekar di Makam Pangeran Samodra, tepat pada malam pergantian tahun Jawa.
Di antara peziarah, juga tak melewatkan mandi di sendang Ontrowulan terletak di bawah makam di kompleks yang sama. Kendati hawa dingin menelusup tulang sungsum, kalau niat sudah bulat peziarah nekat mandi bertelanjang bulat.
Makan Pangeran Samudra di Gunung Kemukus, Sragen, Jawa Tengah, dianggap bertuah. Tiap makam ini didatangi banyak orang. Selain ziarah, anda bisa mengukur kekuatan jantung dengan menapaki anak tangga menuju makam. Gunung Kemukus (GK) terletak di kabupaten Sragen. Bisa dicapai dengan menggunakan bis, naik dari terminal Tirtonadi Solo, jurusan Solo-Purwodadi, lalu turun di barong. Dari situ, tinggal naik ojek menuju puncak bukit. Tarifnya Rp.3.500 per orang, sedangkan untuk ojek, anda diminta membayar Rp.3.00,- hingga Rp.5.000. GK sendiri merupakan kompleks makam Pangeran Samudro dan ibunya, Ontrowulan.
Kompleks ini tepat berada di puncak bukit setinggi 300 meter di atas permukaan laut. Kawasan ini terdiri dari bangunan utama berbentuk rumah joglo dengan campuran dinding beton dan papan.
Ada tiga makam di dalamnya sebuah makam besar yang ditutupi kain kelambu putih merupakan makam pangeran Samudro dan ibunya. Dua makam di sampingnya adalah dua abdi setia sang pangeran. Sementara itu, di sebelah bangunan utama terdapat bangsal besar yang diperuntukkan bagi peziarah sekadar untuk istirahat.
Sekitar 300 meter dari kompleks makam, di kaki bukit sebelah Timur, terdapat Sendang Ontrowulan, Sendang ini merupakan mata air yang merupakan mata air yang digunakan Ontrowulan untuk menyuncikan diri agar bisa bertemu putranya. Mata air itu tak pernah kering meski pada musim kemarau panjang sekalipun. Bagi yang percaya air di sedang itu bisa membuat awet muda.
Jadi legenda Gunung Kemukus itu cerita dari seorang Pangeran Samudro, dimana Pangeran ini adalah salah seorang putra raja Majapahit terakhir dari ibu selir Ontrowulan. Ada juga yang mengatakan bahwa Ontrowulan adalah ibu tiri pangeran. Kemudian keduanya jatuh cinta, bak legenda Sangkuriang. Ketika Majapahit runtuh, Pangeran Samudro tidak ikut melarikan diri seperti sudara – saudaranya. Ia lalu diboyong ke Demak dan belajar agama Islam pada Sunan Kalijaga. Setelah dirasa cukup ilmunya,
Pangeran Samudro diutus untuk berguru kepada Kyai Ageng Gugur di daerah Gunung Lawu. Di sini ia juga menyelesaikan pendidikannya dengan baik. Tiba saatnya ia pulang kembali ke Demak. Dalam perjalanan pulang, ia didampingi dua orang abdinya dan selalu menyebarkan agama Islam di setiap tempat yang disinggahinya.
Dalam perjalanan pulang itulah Pangeran Samudro jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia. Jasadnya di makamkan disebuah bukit. Di atas bukit itulah selalu tampak kabut hitam bagai asap (kukus) pada setiap musim kemarau maupun penghujan. Karena itulah bukit itu disebut Gunung Kemukus. Nama itu bertambah hingga kini, mendengar kabar kematian putranya Ontrowulan memutuskan untuk mengunjunginya. Di sana Ontrowulan merebahkan diri di pusaran makam. Dalam dialog secara gaib, pangeran berpesan pada ibunya.
Kalau ingin bertemu dengannya, Ontrowulan terlebih dahulu harus menyucikan diri di sebuah sendang. Sendang itu kini terkenal dengan nama Sendang Ontrowulan. Usai menyucikan diri, tubuh Ontrowulan menghilang. Sementara dari uraian rambutnya, jatuhlah bunga – bunga penghias rambut.
Keramaian malam 1 Sura, tidak hanya terlihat di Gunung Kemukus yang masih menyiratkan image prosesi ritual dengan laku seks bebas. Di kompleks pemakaman Joko Tingkir, Butuh, Desa Gedongan, Kecamatan Plupuh juga ramai dikunjungi peziarah.
Konon, untuk mendapatkan apa yang apa yang diinginkan, peziarah harus melakkan ritual seks (bebas) dengan satu orang yang sama selama 7 purnama. Kalau lewat satu prunama saja, harus mengulang dari awal. Sayang, sekarang hal itu justru dipakai perempuan nakal dan pria hidung belang untuk “melegalkan” seks bebas tersebut. Repot..
Pria Itu dan Kemukus
Pria itu sudah berumur. Sebagian rambutnya telah tampak memutih, uban tumbuh di sana sini. Tapi, seakan lupa pada usia dia meringsek maju menembus ratusan orang sama-sama berada di tempat ini untuk satu tujuan. Ngalap berkah. Mereka tidak peduli, walau harus saling sikut. Kaki yang harus terinjak, bahkan muka yang kena tampar secara tak sengaja. Segala diabaikan. Demi apa? hanya demi air kotor bekas pencucian kelambu. Begitu mendapatkan sebotol ukuran 1.500 ml, tanpa menunggu lagi, meluncurkan air kotor berwarna kecoklatan itu ke kerongkongannya.
Namanya Arman, 50. Dan saat ini, saya mengajak anda berdiri di tengah-tengah ratusan bahkan ribuan orang di kompleks Makam Pangeran Samudra atau lebih dikenal dengan kawasan Gunung Kemukus. Pernah dengar? Pasti pernah. Tempat ini sohor dikenal karena ritual seks bebasnya. Ada kepercayaan, barang siapa melakukan hubungan layaknya suami istri dengan wanita bukan pasangan, akan tercapailah apa yang diinginkan.
Cerita turun temurun di antara masyarakat Kecamatan Sumberlawang, Kabupaten Sragen ini berawal dari kisah Pangeran Samudra dan ibu tirinya, Dewi Ontrowulan. Banyak versi cerita, namun yang paling populer, adalah adanya kisah cinta yang tak seharusnya. Anak mencintai ibunya. Sang anak diusir dari kerajaan dan akhirnya menetap di Kemukus. Ontrowulan yang begitu kuat cintanya, tak kuasa menahan diri. Dia datang untuk menemui sang anak. Begitu sampai Pangeran Samudra ternyata telah meninggal dunia. Sedih dan duka yang dalam membuat Ontrowulan berikrar akan menemani sang anak. Akhirnya, di tempat itu dia lenyap. Lalu dari tempat tersebut muncullah sumber air, yang selanjutnya dikenal dengan Sendang Ontrowulan. Begitulah cinta, meski luber air mata, hati tetap rela menjalani segala derita (hahaha..).
Kembali ke Arman. Dalam sebuah perbincangan pria asal Bekasi tersebut mengisahkan kuatnya kepercayaan sekaligus perjuangannya untuk sampai di Gunung Kemukus. Tepat di hari 1 Suro atau Selasa (7/12) digelar ritual mencuci dan membilas kelambu bekas penutup Makam Pangeran Samudra. Dari rumahnya, di Kampung Pengarengan, Kecamatan Sukawangi, Bekasi, dia menumpang bus langsung ke Solo. Dari Solo, kembali dia naik bus menuju lokasi. Lelah pasti, namun lelah menjadi tak berarti manakala sebotol air yang dipercaya sakti itu telah dimiliki. Tak hanya lelah, beban biaya perjalanan pulang pergi Bekasi-Kemukus sebesar Rp 200.000 pun tidak dia hiraukan. “Dari Jakarta berangkat pukul 15.00 WIB, pakai bus. Sampai di Solo, tadi, pukul 05.00 WIB. Lalu naik bus lagi ke sini (Gunung Kemukus). Pukul 07.00 WIB sampailah saya di sini,” kisah Arman, di lokasi setempat, Selasa (7/12).
Ritual 1 Suro sendiri, ditandai dengan upacara pencucian dan pembilasan kelambu yang selama setahun ini menutup Makam Pangeran Samudra. Upacara diawali dengan mengambil kelambu, dari dalam Bangsal Sonyoruri, tempat makam berada. Kelambu dibawa turun ke tepi sungai untuk dicuci, diiringi puluhan prajurit yang masing-masing dibekali tombak. Selanjutnya, kelambu diusung kembali ke pelataran berjarak sekitar 50 meter dari makam. Di pelataran itulah, kelambu dibilas. Air bilasan menjadi rebutan warga. Ribuan orang membawa botol bekas air mineral, ceret, juga gayung saling berdesakan demi mendapatkan jatah air yang dianggap mujarab itu. Tak lebih dari 15 menit, air bilasan kelambu amblas diperebutkan pengunjung.
Bagi pengunjung yang tak kebagian air, tak perlu pulang dengan tangan hampa. Sebab, di sekitar makam sejumlah warga menyediakan air bekas pencucian dan pembilasan kelambu dengan harga terjangkau. Seperti Kusnan, warga RT 35, Desa Pendem, Sumberlawang. Di tengah hiruk pikuk ribuan orang yang saling berebut air, dia menawarkan air miliknya. “Ini asli pencucian di bawah. Rp 5.000 untuk botol kecil dan Rp 10.000 untuk botol besar,” kata dia, beriklan. (Hah, ada-ada saja!)
Entah apa yang membuat air bekas bilasan kelambu itu begitu digandrungi. Yang jelas, seperti Arman, dia yakin dengan mencampurkan air tersebut ke dalam air pengairan di sawah miliknya, hasil panen akan menguntungkan. Selain itu, pria yang telah tujuh kali hadir dalam ritual tahunan tersebut juga berencana meletakkan air dalam vas di tokonya, agar dagangannya laris manis. Hal sama diungkapkan pengunjung asal Kudus, Parlan, 45. Parlan mengaku penasaran akan manfaat air bekas pencucian dan pembilasan kelambu yang dikabarkan membawa berkah bagi pemiliknya. “Saya baru kali ini datang karena penasaran,” ujarnya.***
Namanya Arman, 50. Dan saat ini, saya mengajak anda berdiri di tengah-tengah ratusan bahkan ribuan orang di kompleks Makam Pangeran Samudra atau lebih dikenal dengan kawasan Gunung Kemukus. Pernah dengar? Pasti pernah. Tempat ini sohor dikenal karena ritual seks bebasnya. Ada kepercayaan, barang siapa melakukan hubungan layaknya suami istri dengan wanita bukan pasangan, akan tercapailah apa yang diinginkan.
Cerita turun temurun di antara masyarakat Kecamatan Sumberlawang, Kabupaten Sragen ini berawal dari kisah Pangeran Samudra dan ibu tirinya, Dewi Ontrowulan. Banyak versi cerita, namun yang paling populer, adalah adanya kisah cinta yang tak seharusnya. Anak mencintai ibunya. Sang anak diusir dari kerajaan dan akhirnya menetap di Kemukus. Ontrowulan yang begitu kuat cintanya, tak kuasa menahan diri. Dia datang untuk menemui sang anak. Begitu sampai Pangeran Samudra ternyata telah meninggal dunia. Sedih dan duka yang dalam membuat Ontrowulan berikrar akan menemani sang anak. Akhirnya, di tempat itu dia lenyap. Lalu dari tempat tersebut muncullah sumber air, yang selanjutnya dikenal dengan Sendang Ontrowulan. Begitulah cinta, meski luber air mata, hati tetap rela menjalani segala derita (hahaha..).
Kembali ke Arman. Dalam sebuah perbincangan pria asal Bekasi tersebut mengisahkan kuatnya kepercayaan sekaligus perjuangannya untuk sampai di Gunung Kemukus. Tepat di hari 1 Suro atau Selasa (7/12) digelar ritual mencuci dan membilas kelambu bekas penutup Makam Pangeran Samudra. Dari rumahnya, di Kampung Pengarengan, Kecamatan Sukawangi, Bekasi, dia menumpang bus langsung ke Solo. Dari Solo, kembali dia naik bus menuju lokasi. Lelah pasti, namun lelah menjadi tak berarti manakala sebotol air yang dipercaya sakti itu telah dimiliki. Tak hanya lelah, beban biaya perjalanan pulang pergi Bekasi-Kemukus sebesar Rp 200.000 pun tidak dia hiraukan. “Dari Jakarta berangkat pukul 15.00 WIB, pakai bus. Sampai di Solo, tadi, pukul 05.00 WIB. Lalu naik bus lagi ke sini (Gunung Kemukus). Pukul 07.00 WIB sampailah saya di sini,” kisah Arman, di lokasi setempat, Selasa (7/12).
Ritual 1 Suro sendiri, ditandai dengan upacara pencucian dan pembilasan kelambu yang selama setahun ini menutup Makam Pangeran Samudra. Upacara diawali dengan mengambil kelambu, dari dalam Bangsal Sonyoruri, tempat makam berada. Kelambu dibawa turun ke tepi sungai untuk dicuci, diiringi puluhan prajurit yang masing-masing dibekali tombak. Selanjutnya, kelambu diusung kembali ke pelataran berjarak sekitar 50 meter dari makam. Di pelataran itulah, kelambu dibilas. Air bilasan menjadi rebutan warga. Ribuan orang membawa botol bekas air mineral, ceret, juga gayung saling berdesakan demi mendapatkan jatah air yang dianggap mujarab itu. Tak lebih dari 15 menit, air bilasan kelambu amblas diperebutkan pengunjung.
Bagi pengunjung yang tak kebagian air, tak perlu pulang dengan tangan hampa. Sebab, di sekitar makam sejumlah warga menyediakan air bekas pencucian dan pembilasan kelambu dengan harga terjangkau. Seperti Kusnan, warga RT 35, Desa Pendem, Sumberlawang. Di tengah hiruk pikuk ribuan orang yang saling berebut air, dia menawarkan air miliknya. “Ini asli pencucian di bawah. Rp 5.000 untuk botol kecil dan Rp 10.000 untuk botol besar,” kata dia, beriklan. (Hah, ada-ada saja!)
Entah apa yang membuat air bekas bilasan kelambu itu begitu digandrungi. Yang jelas, seperti Arman, dia yakin dengan mencampurkan air tersebut ke dalam air pengairan di sawah miliknya, hasil panen akan menguntungkan. Selain itu, pria yang telah tujuh kali hadir dalam ritual tahunan tersebut juga berencana meletakkan air dalam vas di tokonya, agar dagangannya laris manis. Hal sama diungkapkan pengunjung asal Kudus, Parlan, 45. Parlan mengaku penasaran akan manfaat air bekas pencucian dan pembilasan kelambu yang dikabarkan membawa berkah bagi pemiliknya. “Saya baru kali ini datang karena penasaran,” ujarnya.***
0 komentar:
Posting Komentar